CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Kamis, 01 November 2012

Makalah Perbankan Syariah

Perbankan Syariah

BAB I
PENDAHULUAN

1.1   Latar Belakang
Perbankan syariah di Indonesia berawal pada periode 1980-an,diskusi mengenai bank syariah sebagai pilar ekonomi Islam mulai dilakukan.Namun,prakarsa lebih khusus untuk mendirikan bank Islam di Indonesia baru dilakukan pada tahun 1990.Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 18-20 Agustus 1990 menyelenggarakan Lokaranya Bunga Bank dan Perbankan di Cisarua,Bogor,Jawa Barat.Hasil lokaranya tersebut dibahas lebih mendalam pada Musyawarah Nasional IV MUI yang berlangsung di Hotel sahid Jaya Jakarta,22-25 Agustus 1990.Berdasarkan amanat Munas IV MUI,dibentuk kelompok kerja untuk mendirikan bank Islam di Indonesia.
Bank Muamalat Indonesia lahir sebagai hasil kerja Tim Perbankan MUI tersebut diatas.Akte pendirian PT Bank Muammalat Indonesia ditandatangani pada tanggal 1 November 1991.Pada saat penandatanganan akte pendirian ini terkumpul komitmen pembelian saham sebanyak Rp.84 miliar.
Pada tanggal 3 November 1991,dalam acara silaturahmi Presiden di Istana Bogor,dapat dipenuhi dengan total komitmen modal disetor awal sebesar Rp.106.126.382.000,00. Dengan modal awal tersebut, pada tanggal 1 mei 1992, Bank Muammalat Indonesia mulai beroperasi. Hingga September 1999, Bank Muammalat indonesia telah memiliki lebih 45 outlet yang tersebar di Jakarta,Bandung,semarang,Surabaya,Balikpapan dan Makasar.(Bank Muammalat,Annual Reprt (Jakarta,1999)).

Perkembangan perbankan syariah di Indonesia telah menjadi tolak ukur keberhasilan eksistensi ekonomi syariah. Bank muamalat sebagai bank syariah pertama dan menjadi pioneer bagi bank syariah lainnya telah lebih dahulu menerapkan sistem ini ditengah menjamurnya bank-bank konvensional. Krisis moneter yang terjadi pada tahun 1998 telah menenggelamkan bank-bank konvensional dan banyak yang dilikuidasi karena kegagalan sistem bunganya. Sementara perbankan yang menerapkan sistem syariah dapat tetap eksis dan mampu bertahan.
Tidak hanya itu, di tengah-tengah krisis keuangan global yang melanda dunia pada penghujung akhir tahun 2008, lembaga keuangan syariah kembali membuktikan daya tahannya dari terpaan krisis. Lembaga-lembaga keuangan syariah tetap stabil dan memberikan keuntungan, kenyamanan serta keamanan bagi para pemegang sahamnya, pemegang surat berharga, peminjam dan para penyimpan dana di bank-bank syariah.
Hal ini dapat dibuktikan dari keberhasilan bank Muamalat melewati krisis yang terjadi pada tahun 1998 dengan menunjukkan kinerja yang semakin meningkat dan tidak menerima sepeser pun bantuan dari pemerintah dan pada krisis keuangan tahun 2008, bank Muamalat bahkan mampu memperoleh laba Rp.300 miliar lebih.

Perbankan syariah sebenarnya dapat menggunakan momentum ini untuk menunjukkan bahwa perbankan syariah benar-benar tahan dan kebal krisis dan mampu tumbuh dengan signifikan. Oleh karena itu perlu langkah-langkah strategis untuk merealisasikannya.

Langkah strategis pengembangan perbankan syariah yang telah di upayakan adalah pemberian izin kepada bank umum konvensional untuk membuka kantor cabang Unit Usaha Syariah (UUS) atau konversi sebuah bank konvensional menjadi bank syariah. Langkah strategis ini merupakan respon dan inisiatif dari perubahan Undang – Undang perbankan no. 10 tahun 1998. Undang-undang pengganti UU no.7 tahun 1992 tersebut mengatur dengan jelas landasan hukum dan jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan dan diimplementasikan oleh bank syariah.(Wikipedia)

Satu perkembangan lain perbankan syariah di Indonesia pascareformasi adalah diperkenankannya konverensi cabang bank umum konvensional menjadi cabang syariah.

Beberapa bank yang sudah dan akan membuka cabang syariah di antaranya:
1.      Bank IFI ( membuka cabang syariah pada tahun 28 Juni 1999 )
2.      Bank Niaga ( akan membuka cabang syariah)
3.      Bank BNI’46 ( telah membuka 5 cabang syariah)
4.      Bank BTN ( akan membuka cabang syariah)
5.      Bank Mega ( akan menkonversikan satu bank konvensional anak perusahaannya menjadi bank syariah )
6.      Bank BRI ( akan membuka cabang syariah )
7.      Bank Bukopin ( telah melakukan program konversi untuk cabang Aceh )
8.      BPD JABAR ( telah membuka cabang syariah di Bandung )
9.      BPD Aceh ( tengah menyiapkan SDM untuk konversi cabang )
Catatan : data per November 2000




1.2 Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui  apa itu perbankan syariah di Indonesia
2.      Untuk mengetahui perkembangan Bank Syariah
3.      Untuk mengetahui Persepsi masyarakat tentang Bank syariah
4.      Untuk mengetahui mengapa Bank syariah menjadi langkah awal kebangkitan Ekonomi Islam


1.3 Rumusan Masalah
1.      Pengertian Bank Syariah
2.      Pertumbuhan Bank Syariah di Indonesia
3.      Persepsi Masyarakat tentang Bank syariah
4.      Bank menjadi langkah awal kebangkitan Ekonomi Islam


BAB II
PEMBAHASAN



2.1 Pengertian Bank Syariah
Kata Hukum (al-hukm) secara bahasa bermakna menetapkan atau memutuskan sesuatu, sedangkan pengertian hukum secara terminologi berarti menetapkan hukum terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan perbuatan manusia. Dalam perihal ini berarti penetapan hukum yang berkaitan dengan Perbankan.
Kata Bank berasal dari kata banque dalam bahasa Prancis, dan dari banco dari bahasa Itali, yang berarti peti/lemari atau bangku. Kata peti atau lemari sebagai isyarat fungsi untuk tempat penyimpanan benda-benda berharga, seperti peti uang, peti emas atau yang lainya.  Secara umum pengertian Bank Islam (Islamic Bank) adalah bank yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariat Islam. Saat ini banyak istilah yang diberikan untuk menyebut entitas Bank Islam selain istilah Bank Islam itu sendiri, yakni Bank Tanpa Bunga (Interest-Free Bank), Bank Tanpa Riba (Lariba Bank), dan Bank Syari’ah (Shari’a Bank). Sebagaimana akan dibahas kemudian, di Indonesia secara teknis yuridis penyebutan Bank Islam mempergunakan istilah resmi “Bank Syari’ah”, atau yang secara lengkap disebut “Bank Berdasarkan Prinsip Syari’ah”.
Menurut Ensiklopedi Islam, Bank Islam atau bank syari’ah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoprasianya sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah.
Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 pengertian Bank adalah berupa badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkanya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banayak (Pasal 1 Angka 2). Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya (Pasal 1 angka 1).
Pengertian Hukum Perbankan Syari’ah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank yang memenuhi Prinsip-Prinsip Syari’ah dan memiliki peraturan-peraturan yang harus dilaksanakan.
Secara Umum Bank adalah lembaga yang memiliki tiga fungsi utama yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang dan memberikan jasa pengiriman uang. Di dalam sejarah perekonomian umat Islam, pembiayaan yang dilakukan sesuai dengan akad syari’ah telah dilakukan sejak zaman Rasululllah SAW. Praktek-praktek seperti menerima titipan harta, meminjamkan uang untuk keperluan konsumsi dan untuk keperluan bisnis, serta melakukan pengiriman uang telah lazim dilakukan sejak zaman Rasulullah SAW.
Seorang sahabat Rasulullah SAW, Zubair bin Awwam r.a memilih tidak menerima titipan harta, ia lebih suka menerimanya dalam bentuk pinjaman. Tindakan Zubair ini menimbulkan implikasi yang berbeda yaitu pertama, dengan mengambil uang itu sebagai pinjaman ia mempunyai hak untuk memanfaatkan, kedua karena bentuknya pinjaman maka ia wajib mengembalikan secara utuh. Dalam riwayat Ibnu Abbas. r.a juga pernah melakukan pengiriman uang ke Kufah dan Abdullah bin Zubair r.a melakukan pengiriman uang dari Makkah ke adiknya Mis’ab bin Zubair yang tinggal di Irak. Pada masa sekarang perihal ini biasa kita sebut dengan Transfer.
Penggunaan cek juga tela dikenal luas seiring dengan meningkatnya lalu lintas perdagangan antara negeri Syam dan negeri Yaman, yang paling tidak berlangsung dua kali dalam setahun. Bahkan pada masa pemerintahan Umar bin Khattab r.a menggunakan cek untuk membayar tunjangan kepada mereka yang berhak. Dengan menggunakan cek ini, mereka mengambil gandum di Baitul Mal yang ketika itu di impor dari Mesir. Disamping itu pemberian modal kerja seperti mudharabah, muzara’ah dan musawah juga telah dikenal sejak awal diantara kaum muhajirin dan anshor.
Beberapa Istilah Perbankan modern bahkan berasal dari khazanah ilmu fiqh, seperti istilah kredit (Inggris : credit, Romawi : credo) yang diambil dari istilah qord. Credit dalam bahasa Inggris berarti meminjamkan uang, credo berarti kepercayaan sedangkan qord dalam fiqh beraarti meminjamkan uang atas dasar kepercayaan. Begitu juga dengan istilah cek (Inggris : check, Prancis : cheque) yang diambil dari istilah Suq, Suq dalam bahasa Arab berarti pasar, sedangkan cek adalah alat pembayaran yang biasanya digunakan di pasar.
Gagasan awal diadakanya bank islam adalah untuk menghindari riba, pada masa Rasulullah, yang membawa risalah Islam bagi umat manusia, telah memberikan rambu-rambu tentang bentuk-bentuk perdagangan mana yang dapat dikembangkan pada masa berikutnya. Serta bentuk-bentuk usaha mana yang yang dilarang karena tidak sesuai dengan ajaran Islam. Salah satu larangan itu adalah usaha yang mengandung riba, dimana ayat tentang larangan riba ini diperkirakan turun menjelang Rasulullah wafat pada usia sekitar 60 tahun. Sehingga beliau tidak sempat menjelaskan secara rinci tentang riba ini. Dalam hubungan inilah peranan ijtihad para cendekiawan muslim sangat diharapkan untuk menggali konsepsi dasar tentang sistem perbankan modern yang sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah.
Dengan demikian jelas, bahwa meskipun pada zaman Rasulullah secara formal belum ada lembaga perbankan, namun dari realitas amalan para sahabat pada saat itu menggambarkan fungsi lembaga Perbankan. Bahkan akad-akad yang dilakukan oleh para sahabat pada saat itu, seperti fungsi penitipan, memberikan pinjaman, pengiriman uang, melakukan pembiayaan modal kerja, dan lain-lainyang menjadi prinsip-prinsip utama dalam mengembangkan Perbankan Syari’ah. Di zaman Rasulullah SAW fungsi-fungsi tersebut dilakukan oleh perorangan dan biasanya satu orang hanya melakukan satu fungsi.


2.2 Pertumbuhan Bank Syariah di Indonesia
Perjalanan Bank syariah di Indonesia dimulai dengan didirikannya Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada tahun 1991 dengan dasar UU No. 7 tahun 1992, walaupun pembahasan perbankan dengan sistem bagi hasil hanya sepintas diuraikan. Sistem bank syariah baru mulai dilirik sejak terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1998. Ketika itu, Bank Indonesia melakukan uji kelayakan terhadap semua bank nasional, dan BMI yang baru berumur beberapa tahun dan sebagai satu-satunya bank yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah menempati peringkat ke 43 dari 208 bank yang ada. Sejak itulah banyak bank konvensional mulai jatuh hati dengan bank syariah dan mulai memberikan dan menyelenggarakan pelatihan dalam bidang perbankan syariah bagi stafnya. Sebagian bank tersebut ingin menjajaki untuk baik dengan mengkonversi bank konvensionalnya dengan menjadi bank syariah sepenuhnya maupun hanya dengan membuka divisi atau cabang syariah.
Hingga saat itu perkembangan perbankan syariah di Indonesia dapat  terbilang cukup pesat, apalagi sejak diberlakukannya Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang terbit tanggal 16 Juli 2008, yang membuat pengembangan industri perbankan syariah nasional semakin memiliki landasan hukum yang memadai dan akan mendorong pertumbuhannya secara lebih cepat lagi.Untuk mengetahui seberapa besar perkembangan perbankan syariah selama 5 tahun terakhir, mari kita lihat tabel di bawah ini :
Tabel Total Aset Gabungan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah (milyar rupiah)
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Jan 2012
26.722
36.538
49.555
66.090
97.519
145.467
143.888
Menurut data Bank Indonesia, terdapat 11 Bank Umum Syariah (BUS) yang beroperasi di Indonesia dengan nilai aset per Januari 2012 adalah sebesar Rp115,3 triliun tumbuh 46 persen dibandingkan pada Januari 2011 yang senilai Rp78,2 triliun.
Sedangkan aset 24 Unit Usaha Syariah (UUS) per Januari 2012 adalah Rp28,6 triliun tumbuh 63 persen dibandingkan Januari 2011 yang hanya berjumlah Rp17,9 triliun dan aset 155 Bank Perkreditan Rakyat Syariah per Januari 2012 ialah Rp3,61 triliun dibanding posisi Januari 2011 yaitu Rp2,77 triliun sehingga meningkat 30,1 persen.
Prospek perbankan syariah terlihat sangat cerah, apalagi Professor of Banking and Financial Regulation Loughborough University, Maximilian JB Hall mengatakan industri perbankan syariah dapat bertahan dari krisis global karena tidak terkait dengan mekanisme pasar dan tanpa spekulasi. Di tahun 2010 pertumbuhan aset perbankan syariah global mencapai 8,9 persen dengan total aset sebesar 900 miliar dolar AS. Dengan mayoritas penduduk Indonesia yang beragama islam, seharusnya, pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia dapat lebih meningkat dan tumbuh secara signifikan. Tentu saja masih banyak yang harus disiapkan oleh semua pihak yang terlibat, instrumen penting dalam perkembangan perbankan syariah antara lain pemenuhan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia, peningkatan inovasi produk dan layanan kompetitif serta berbasis kekhususan untuk kebutuhan masyarakat dan keberlangsungan program sosialisasi serta edukasi kepada masyarakat. Jika ketiga unsur itu dapat dipenuhi dan didukung dengan sarana infrastruktur yang memadai untuk mempromosikan program syariah serta peningkatan instrumen syariah yang terkait, harapannya adalah terwujudnya iklim dan situasi yang ideal bagi perkembangan perbankan syariah di Indonesia. http://www.antaranews.com
Pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia relatif cepat dalam lima tahun terakhir, dengan rata-rata pertumbuhan aset mencapai 40 persen. Posisi aset perbankan syariah per September 2011 telah mencapai Rp 126 triliun. Dengan posisi itu, perbankan syariah Indonesia menduduki posisi keempat dunia setelah Iran, Malaysia, dan Arab Saudi.
Menurut Deputi Gubernur Bank Indonesia, Halim Alamsyah, pertumbuhan aset perbankan syariah Indonesia relatif cepat dibandingkan rata-rata pertumbuhan perbankan syariah di negara lain. Sementara rata-rata pertumbuhan perbankan syariah di dunia hanya 10-15 persen.
Angka pertumbuhan perbankan syariah Indonesia diprediksi terus naik. Hal itu dipengaruhi potensi ekonomi Indonesia yang lebih baik dibandingkan negara lain yang memiliki perbankan syariah. Pertumbuhan ekonomi Indonesia per September 2011 tercatat 6,5 persen.
Pertumbuhan ekonomi itu didukung jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 237 juta jiwa. Ini menjadi potensi pasar perbankan syariah.
Dari segi kelembagaan,perbankan syariah Indonesia juga dinilai lebih unggul. Fatwa untuk perbankan syariah Indonesia dikeluarkan oleh satu lembaga yakni, Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Sementara negara lain, fatwa masih berasal dari masing-masing bank.
REPUBLIKA.CO.ID


2.3 Persepsi Masyarakat terhadap Bank Syariah
Persepsi masyarakat terhadap bank syariah adalah hal urgent yang harus diperhatikan dalam rangka mengukur, merencanakan, dan menerapkan strategi pengembangan bank syariah di bidang apapun. KARIM Business Consulting pernah melakukan penelitian mengenai persepsi masyarakat terhadap bank syariah. Dari hasil penelitian tersebut terlihat meskipun sekarang bank syariah telah tumbuh berkembang dengan pesat di indonesia namun secara umum masyarakat kurang mengetahui tentang bank syariah terkait dengan produk mapun fasilitas yang ditawarkan karena kurangnya promosi maupun edukasi pasar terutama pada daerah pedesaan.
Dalam hal ini, televisi, koran dan majalah merupakan media yang efektif digunakan untuk menginformasikan produk maupun fasilitas bank syariah kepada masyarakat, jika strategi komunikasi publik bisa diterapkan secara optimal. Pendekatan komunikasi lain yang dapat ditempuh adalah melalui jalur seminar-seminar di perguruan tinggi, jalur organisasi kemasyarakatan, organisasi kemahasiswaan ataupun pengenalan melalui sekolah-sekolah Islam serta pondok pesantren perlu dilakukan.
Dari segi segmen pasar, jika bank syariah berniat fokus untuk kalangan muslim sebagai target pasarnya, mereka dapat memanfaatkan figur-figur panutan yang dipandang oleh masyarakat setempat. Sedangkan jika bank-bank syariah ingin memperluas pasar ke target market non muslim, mereka dapat memanfaatkan figur tokoh muslim maupun non muslim yang lebih universal. Salah satu bank syariah sudah melakukan hal ini. Namun, sepertinya juga terkesan setengah-setengah karena sebentar timbul, kemudian tenggelam lagi.
Dalam menyampaikan informasi produk maupun fasilitas ke masyarakat perlu ditekankan differensiasi utama produk dan jasa bank syariah dengan yang ditawarkan oleh bank konvensional, baik terkait dengan rational benefit, maupun emotional benefitnya. Rational benefit di sini terkait dengan hitungan logika berupa keuntungan finansial yang diperoleh nasabah. Pesan utama yang harus disampaikan kepada nasabah adalah bahwa bank syariah memiliki keuntungan finansial yang lebih baik, lebih adil, manusiawi dan memudahkan.
Selanjutnya, emotional benefit di sini lebih kepada keuntungan finansial sekaligus kepentingan spiritual. Penekanan pada emotional benefit sangat penting bagi nasabah muslim yang sangat mengharamkan riba. Jika emotional benefit ini mengena di benak nasabah efeknya akan lama dan melekat kuat sehingga muncul loyalitas nasabah. Di samping itu, perlu ditekankan adanya perasaan tenang dan nyaman bagi nasabah terkait dengan dana yang dipercayakan ke bank syariah, sehingga bank syariah harus benar-benar kredibel dan dapat dipercaya.
Harapannya tentu nasabah akan bergerak dari rational benefit kemudian emotional benefit yang selanjutnya nasabah akan lebih mementingkan spiritual benefit dalam berbank dan berbisnis. Spiritual yang lebih universal, sehingga ajaran agama apapun bisa benar-benar mengakui bahwa sistem perbankan syariah merupakan sistem yang adil, manusiawi, menenteramkan hati, memiliki nilai luhur meskipun berasal dari agama tertentu (Islam). Target konkretnya tentu sampai nasabah dari berbagai agama dan kalangan bersedia menggunakan bank syariah.
Inilah hal yang tidak mudah diwujudkan oleh bank syariah yang memang mengaku merupakan sebuah sistem yang universal. Sampai saat ini citra yang dibentuk oleh bank syariah merupakan bank yang sangat identik dengan agama tertentu. Akan terasa beda ketika citra dan realitas yang ditonjolkan adalah sebuah sistem perbankan yang adil, manusiawi, memiliki nilai spiritual, handal, berteknologi canggih.
Di sisi lain, nasabah juga mementingkan rendahnya biaya administrasi, sehingga signifikansi perbedaan biaya administrasi perlu memperoleh perhatian dan diberitahukan ke masyarakat sebagai keunggulan bersaing. Namun, jika memang benar biaya administrasi bank syariah termasuk tinggi, hal ini harus bisa diimbangi dengan kemudahan dan layanan yang memuaskan nasabah. Nasabah tidak akan merasa terbebani jika biaya administrasi setimpal dengan kemudahan, kenyamanan dan kepuasan yang diperoleh.
Teknologi dan layanan bank syariah masih jauh tertinggal dibandingkan dengan bank konvensional. Hal ini perlu menjadi perhatian serius bagi praktisi, regulator, serta semua penggiat bank syariah. Perbankan syariah harus berani dan yakin bahwa investasi yang besar pada teknologi dan layanan akan menghasilkan dampak besar bagi hadirnya nasabah dan tentu volume perbankan syariah.
Sementara itu, meskipun secara umum nasabah bank syariah tidak mementingkan bagi hasil sepanjang halal, namun besarnya imbal hasil yang kompetitif dapat menjadi daya tarik bagi mereka yang memiliki tujuan investasi, di samping juga meningkatkan ragam dan kualitas fasilitas dan produk yang ditawarkan.
Kurangnya jumlah cabang bank syariah dipandang merupakan kelemahan yang serius dalam rangka menjangkau nasabah ke berbagai pelosok. Penggunaan fasilitas ATM bersama yang menimbulkan konsekuensi biaya juga merupakan sesuatu yang diperhitungkan oleh nasabah. Penambahan jumlah ATM (dengan berbagai strategi yang efisien) merupakan salah satu penyelesaian yang lebih murah dibandingkan dengan membuka cabang-cabang baru. Disamping menyediakan ATM untuk penarikan dana, bank syariah perlu ADM (Authomatic Deposit Machine) yang digunakan untuk setor dana.
Selain ATM dan ADM, tentu banyak teknologi canggih yang dibutuhkan dalam rangka merebut hati nasabah seperti e-Banking termasuk e-money, mobile banking, phone banking, internet banking, sms banking. Teknologi canggih namun efisien tentu menjadi idaman semua bank syariah.(www.busnies consulting )
Tingkat Peminta Bank Syariah di Pulau Jawa.
Survei menunjukkan bahwa tingkat pengenalan (awareness) masyarakat (di Pulau Jawa) tentang keberadaan sistem perbankan syariah (di samping bank-bank konvensional) relative tinggi (Jabar: 88,6 %  Jateng dan DIY: 71,2 %, Jatim: 72 % ). Informasi media massa, kegiatan sosialiasai dan mulai tumbuhnya kantor-kantor bank syariah baru, telah meningkatkan awareness masyarakat akan penerapan dual banking system di Indonesia. Meskipun demikian, tingkat pemahaman mengenai bagaimana mekanisme penentuan bagi hasil (return), karakteristik produk dan jasa, serta akad-akad bank syariah, secara umum masih rendah.


2.4 Bank Menjadi Langkah Awal Kebangkitan Ekonomi Islam
Inna Allah yab’ats li hâdzih al-ummah ’alâ kull ra’s mi’ah sanah man yujaddid lahâ dînahâ
(Sesungguhnya Allah mengutus untuk umat in pada setiap pengujung seratus tahun seorang yang memperbarui agama umat ini).
Hadits ini merupakan dasar pentingnya pembaruan dalam Islam, karena secara eksplisit dalam hadits ini disebutkan adanya pembaruan dalam agama pada setiap pengujung seratus tahun (seabad), yang kemudian menjadi acuan bagi kebangkitan Islam. Jadi, terdapat siklus rutin setiap abad tentang terjadinya kebangkitan Islam yang diawali dengan adanya pembaruan dalam agama.
Jiwa hadits tersebut sepertinya juga terjadi dalam sejarah kebangkitan nasional di Indonesia. Kebangkitan nasional pertama terjadi pada ujung abad ke-19, yang diawali oleh adanya fatwa para ulama tentang wajibnya membela tanah air dari penjajahan yang kemudian mendorong terjadinya gerakan-gerakan perlawanan terhadap penjajah Belanda yang dipelopori oleh para ulama, seperti pangeran Diponegoro, Imam Bonjol, Geger Cilegon di Banten, dan sebagainya. Gerakan-gerakan tersebut oleh Sartono Kartodirjo, seorang ahli sejarah Indonesia, disebut sebagai “religious revival” atau kebangkitan agama. Namun menurut hemat saya, istilah yang lebih pas untuk menandai fase tersebut adalah “Islamic revival”, yaitu kebangkitan Islam, karena perlawanan dan gerakan yang dilakukan itu didasarkan atas kesadaran keislaman akan pentingnya membebaskan bangsa dari cengkeraman penjajahan.
Dengan demikian, fase tersebut dapat dikatakan sebagai fase kebangkitan Islam pertama di dalam sejarah Indonesia modern. Gerakan dan perlawanan yang terjadi pada fase ini merupakan gerakan politik yang dimotivasi ajaran agama dengan semangat utama untuk membebaskan bangsa dari cengkeraman penjajahan Belanda. Kebangkitan Islam pertama ini kemudian menginspirasi lahirnya kebangkitan nasional dan lahirnya gerakan-gerakan kemerdekaan dari masyarakat, yang berujung pada kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945.
Di ujung abad ke-20, setelah seratus tahun dari fase kebangkitan Islam pertama, terjadi kebangkitan Islam kedua, yaitu tepatnya diawali pada tahun 1990 ketika MUI merekomendasikan lahirnya lembaga perbankan berbasis non-bunga. Ini adalah merupakan awal dari gerakan ekonomi syariah di Indonesia, sebagai kelanjutan dari pendapat para ulama bahwa sistem ekonomi yang dijalankan di Indonesia tidak sesuai dengan semangat ajaran Islam, karena berbasis bunga. Memang diskursus tentang sistem ekonomi telah didominasi oleh dua sistem, yakni sistem ekonomi kapitalis dan sosialis/komunis. Masing-masing dari dua sistem ini berebut pengaruh -dan kemudian menancapkan hegemoninya- pada negara-negara berkembang. Sejarah mencatat, dominasi dua sistem ekonomi ini terjadi dalam rentang waktu yang cukup panjang, sehingga keduanya membentuk sebuah kesadaran umum, termasuk pada umat Islam, bahwa tidak ada pilihan lain dalam menjalankan sistem ekonomi kecuali harus memilih salah satu di antara keduanya. Namun demikian, pada saat itu sejumlah ulama dan cendekiawan muslim –yang kemudian jumlahnya terus bertambah- mulai melihat fakta bahwa kedua sistem ekonomi tersebut tidak bisa diharapkan terlalu banyak, karena telah terbukti dampak buruk dari kedua sistem ekonomi ini. Mereka pun berfikir perlu dikembangkannya sistem ekonomi alternative selain dua sistem ekonomi tersebut. Setidaknya ada dua upaya yang dilakukan, yakni :
(1) mengombinasikan dua sistem ekonomi tersebut ke dalam sistem ekonomi baru, seperti yang telah dikembangkan oleh China selama dua dekade ini; dan
 (2) memunculkan sistem ekonomi yang benar-benar berbeda dari semangat kedua sistem ekonomi terdahulu. Upaya kedua ini yang menjadi pintu masuk bagi sistem ekonomi syariah sebagai pilihan.
Pilihan menjadikan sistem ekonomi syariah sebagai pengganti sistem ekonomi yang sudah ada tidaklah mudah. Pada mulanya pihak-pihak yang meyakini dan memperjuangkan sistem ekonomi syariah sebagai sistem ekonomi alternatif yang berkeadilan dianggap sebagai “igauan” yang menjadi bahan cemoohan. Keyakinan bahwa sistem ekonomi syariah dapat menutupi kelemahan dan kekurangan sistem ekonomi kapitalis atau sosialis/komunis dianggap sebagai keyakinan yang berlebihan dan bahkan dianggap sebagai sebuah pernyataan bombastis-idealistis. Kondisi seperti ini memang merupakan fakta sejarah yang terjadi di negara-negara Islam, tidak terkecuali di Indonesia. Sampai dengan awal tahun 1990an cemoohan dan pandangan sinis terhadap pihak-pihak yang gigih memperjuangkan sistem ekonomi syariah masih nyaring terdengar. Namun pelan-pelan perjuangan untuk pengakuan sistem ekonomi syariah sebagai sistem ekonomi alternatif mulai diterima. Kebijakan politik negeri ini memberikan dukungan pertama kali dengan legislasi UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang memungkinkan beroperasinya bank dengan sistem bagi hasil (pasal 6). UU ini kemudian dirubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang secara eksplisit menyebutkan istilah "bank berdasarkan prinsip syariah".
Dengan demikian, rekomendasi MUI tentang mendesaknya pendirian lembaga keuangan yang bebas bunga menjadi moment penting bagi dimulainya gerakan ekonomi syariah di Indonesia. Setelah itu, gerakan ekonomi syariah tidak kenal lelah senantiasa digaungkan dan diperjuangkan oleh para aktivis ekonomi syariah, baik para ulama, akademisi maupun praktisi. Gerakan ini pun menjadi tidak terbendung lagi bagaikan gerakan bola salju yang semakin membesar. Meski demikian, gerakan dan perjuangan ekonomi syariah ini tidak menggelinding begitu saja, tetapi dikawal oleh lembaga-lembaga yang lahir dari gerakan ini, seperti Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI), dan sebagainya. Gerakan dan perjuangan ekonomi syariah ini kemudian melahirkan lembaga-lembaga teknis di lingkungan pemerintah, seperti Direktorat Perbankan Syariah di Bank Indonesia, Direktorat Pembiayaan Syariah di Departemen Keuangan, dan berbagai biro di Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam).
Gerakan ini juga melahirkan sejumlah undang-undang dan peraturan perundangan lainnya, misalnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), Berbagai Peraturan Bank Indonesia, Peraturan Bapepam, dan peraturan-peraturan lainnya. Di samping itu, gerakan ini juga melahirkan lembaga-lembaga keuangan syariah meliputi: perbankan syariah, asuransi syariah, pegadaian syariah, pembiayaan syariah, pasar modal syariah, bursa komoditi syariah, bisnis syariah, dan sebagainya.
Itu semua merupakan bagian dari apa yang disebut sebagai gerakan kebangkitan Islam kedua. Berbeda dengan kebangkitan Islam pertama yang merupakan gerakan politik, kebangkitan Islam kedua merupakan gerakan ekonomi. Semangat dari gerakan ini adalah membebaskan Indonesia dari pengaruh sistem ekonomi kapitalis-ribawi yang “menjajah” negeri ini. Gerakan ini diharapkan dapat menginspirasi dan mendorong lahirnya kebangkitan nasional kedua yang akan melahirkan ekonomi yang berkeadilan, melahirkan Indonesia yang sejahtera, Indonesia yang diridhai oleh Allah, Indonesia yang baldatun thayyibatun warabbun ghafurun.         ( DR HC KH Ma’ruf Amien )Top of FormBottom of Form


3.1 Tanggapan Penulis
Tanggapan kami setelah melihat hasil penelitian ini , perbankan syariah dari waktu ke waktu semakin menunjukan totalitas sistem perbankannya yg sangat baik tentunya sistem operasionalnya yg berdasarkan akidah-akidah islam. Dan perbankan syariah semakin menunjukan sistem operasionalnya yang sangat baik sehingga dapat memajukan dan meningkatkan perekonomian syariah di indonesia. Kami menilai perkembangan dan pertumbuhan bank syariah selalu meningkat tiap waktunya berarti ini menunjukan tingginya peminat masyarakat indonesia baik muslim maupun non muslim  terhadap bank syariah dan tentunya sangat meningkatkan rasa kepercayaan masyarakat kepada bank syariah , walaupun belum semua masyarakat mengetahui dan mengerti apa itu bank syariah  .
Tetapi di lihat dari sisi operasional dan marketing  bank syariah kurang meluas di indonesia , terutama di bagian daerah-daerah pelosok. Saran kami , sebaiknya dan seharusnya bank syariah terutama untuk cabang-cabang bank syariah harus lebih di perluas terutama di daerah-daerah pelosok, karena tidak hanya di daerah kota-kota besar saja peminat masyarakat terhadap bank syariah ini sangat besar , tetapi di daerah pelosok-pelosok pun  cukup banyak masyarakat yang berminat pada bank syariah. Selain di perluas cabang-cabang nya , sistem marketing/pemasaran bank syariah ini harus lebih di perluas pula agar masyarakat lebih tau apa itu bank syariah dan apa kelebihan dari  bank syariah .
Dan melihat tanggapan-tanggapan masyarakat dari beberapa daerah , masyarakat menerima baik dan beranggapan baik terhadap keberadaan bank syariah di Indonesia.  Jadi menurut penelitian yang kami dapatkan sebagian besar tanggapan masyarakat adalah baik dan sangat mendukung adanya sistem perbankan syariah .
Dan menurut kami bank syariah  adalah bank yang sangat adil , bijaksana , karena sistem operasionalnya berdasarkan akidah-akidah islam. Dan bank syariah semakin mempengaruhi perekonomian syariah dan semakin meningkatkan pertumbuhan perekonomian syariah di Indonesia dan Perkembangan perbankan syariah di Indonesia telah menjadi tolak ukur keberhasilan eksistensi ekonomi syariah.

4.1 Kesimpulan
Setelah melakukan beberapa penelitian,dari berbagi sumber kami sudah  bisa lebih mengetahui,mengenal dan menilai , Apa itu perbankan syariah ?  Bagaimana pertumbuhan dan perkembangan bank syariah di Indonesia ? Bagaimana tanggapan masyarakat indonesia tentang bank syariah ? dan alasan Mengapa bank menjadi langkah awal kebangkitan ekonomi islam ? Jadi Awal mula Perbankan syariah di Indonesia yaitu  berawal pada periode 1980-an. Bank Muamalat Indonesia lahir sebagai hasil kerja Tim Perbankan MUI tersebut diatas.Akte pendirian PT Bank Muammalat Indonesia ditandatangani pada tanggal 1 November 1991. Perkembangan perbankan syariah di Indonesia telah menjadi tolak ukur keberhasilan eksistensi ekonomi syariah. Bank muamalat sebagai bank syariah pertama dan menjadi pioneer bagi bank syariah lainnya telah lebih dahulu menerapkan sistem ini ditengah menjamurnya bank-bank konvensional. Krisis moneter yang terjadi pada tahun 1998 telah menenggelamkan bank-bank konvensional dan banyak yang dilikuidasi karena kegagalan sistem bunganya. Sementara perbankan yang menerapkan sistem syariah dapat tetap eksis dan mampu bertahan.
Melihat adanya bank syariah , perkembangan bank syariah dan pertumbuhan perekonomian syariah karena adanya perbankan syariah , ini menimbulkan pendapat-pendapat yang baik dari masyarakat indonesia, mendapatkan antusiasme ygt sangat besar dari masyarakat. Dan salah satunya ialah ada  presentase peningkatan peminat masyarakat khususnya di pulau jawa yaitu (Jabar: 88,6 %  Jateng dan DIY: 71,2 %, Jatim: 72 % ). Selain di lihat dari persentase , kita juga mendapatkan beberapa pendapat para masyarakat kota padang,palu,makasar,























1 komentar: