Perbankan Syariah
BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Perbankan
syariah di Indonesia berawal pada periode 1980-an,diskusi mengenai bank syariah
sebagai pilar ekonomi Islam mulai dilakukan.Namun,prakarsa lebih khusus untuk
mendirikan bank Islam di Indonesia baru dilakukan pada tahun 1990.Majelis Ulama
Indonesia (MUI) pada tanggal 18-20 Agustus 1990 menyelenggarakan Lokaranya
Bunga Bank dan Perbankan di Cisarua,Bogor,Jawa Barat.Hasil lokaranya tersebut
dibahas lebih mendalam pada Musyawarah Nasional IV MUI yang berlangsung di
Hotel sahid Jaya Jakarta,22-25 Agustus 1990.Berdasarkan amanat Munas IV
MUI,dibentuk kelompok kerja untuk mendirikan bank Islam di Indonesia.
Bank
Muamalat Indonesia lahir sebagai hasil kerja Tim Perbankan MUI tersebut
diatas.Akte pendirian PT Bank Muammalat Indonesia ditandatangani pada tanggal 1
November 1991.Pada saat penandatanganan akte pendirian ini terkumpul komitmen
pembelian saham sebanyak Rp.84 miliar.
Pada
tanggal 3 November 1991,dalam acara silaturahmi Presiden di Istana Bogor,dapat
dipenuhi dengan total komitmen modal disetor awal sebesar
Rp.106.126.382.000,00. Dengan modal awal tersebut, pada tanggal 1 mei 1992,
Bank Muammalat Indonesia mulai beroperasi. Hingga September 1999, Bank
Muammalat indonesia telah memiliki lebih 45 outlet yang tersebar di
Jakarta,Bandung,semarang,Surabaya,Balikpapan dan Makasar.(Bank Muammalat,Annual
Reprt (Jakarta,1999)).
Perkembangan
perbankan syariah di Indonesia telah menjadi tolak ukur keberhasilan eksistensi
ekonomi syariah. Bank muamalat sebagai bank syariah pertama dan menjadi pioneer
bagi bank syariah lainnya telah lebih dahulu menerapkan sistem ini ditengah
menjamurnya bank-bank konvensional. Krisis moneter yang terjadi pada tahun 1998
telah menenggelamkan bank-bank konvensional dan banyak yang dilikuidasi karena
kegagalan sistem bunganya. Sementara perbankan yang menerapkan sistem syariah
dapat tetap eksis dan mampu bertahan.
Tidak hanya itu, di tengah-tengah krisis keuangan global yang melanda dunia pada penghujung akhir tahun 2008, lembaga keuangan syariah kembali membuktikan daya tahannya dari terpaan krisis. Lembaga-lembaga keuangan syariah tetap stabil dan memberikan keuntungan, kenyamanan serta keamanan bagi para pemegang sahamnya, pemegang surat berharga, peminjam dan para penyimpan dana di bank-bank syariah.
Hal ini dapat dibuktikan dari keberhasilan bank Muamalat melewati krisis yang terjadi pada tahun 1998 dengan menunjukkan kinerja yang semakin meningkat dan tidak menerima sepeser pun bantuan dari pemerintah dan pada krisis keuangan tahun 2008, bank Muamalat bahkan mampu memperoleh laba Rp.300 miliar lebih.
Perbankan syariah sebenarnya dapat menggunakan momentum ini untuk menunjukkan bahwa perbankan syariah benar-benar tahan dan kebal krisis dan mampu tumbuh dengan signifikan. Oleh karena itu perlu langkah-langkah strategis untuk merealisasikannya.
Tidak hanya itu, di tengah-tengah krisis keuangan global yang melanda dunia pada penghujung akhir tahun 2008, lembaga keuangan syariah kembali membuktikan daya tahannya dari terpaan krisis. Lembaga-lembaga keuangan syariah tetap stabil dan memberikan keuntungan, kenyamanan serta keamanan bagi para pemegang sahamnya, pemegang surat berharga, peminjam dan para penyimpan dana di bank-bank syariah.
Hal ini dapat dibuktikan dari keberhasilan bank Muamalat melewati krisis yang terjadi pada tahun 1998 dengan menunjukkan kinerja yang semakin meningkat dan tidak menerima sepeser pun bantuan dari pemerintah dan pada krisis keuangan tahun 2008, bank Muamalat bahkan mampu memperoleh laba Rp.300 miliar lebih.
Perbankan syariah sebenarnya dapat menggunakan momentum ini untuk menunjukkan bahwa perbankan syariah benar-benar tahan dan kebal krisis dan mampu tumbuh dengan signifikan. Oleh karena itu perlu langkah-langkah strategis untuk merealisasikannya.
Langkah strategis pengembangan perbankan syariah yang telah di upayakan adalah pemberian izin kepada bank umum konvensional untuk membuka kantor cabang Unit Usaha Syariah (UUS) atau konversi sebuah bank konvensional menjadi bank syariah. Langkah strategis ini merupakan respon dan inisiatif dari perubahan Undang – Undang perbankan no. 10 tahun 1998. Undang-undang pengganti UU no.7 tahun 1992 tersebut mengatur dengan jelas landasan hukum dan jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan dan diimplementasikan oleh bank syariah.(Wikipedia)
Satu
perkembangan lain perbankan syariah di Indonesia pascareformasi adalah
diperkenankannya konverensi cabang bank umum konvensional menjadi cabang
syariah.
Beberapa
bank yang sudah dan akan membuka cabang syariah di antaranya:
1. Bank IFI ( membuka cabang syariah
pada tahun 28 Juni 1999 )
2. Bank Niaga ( akan membuka cabang
syariah)
3. Bank BNI’46 ( telah membuka 5 cabang
syariah)
4. Bank BTN ( akan membuka cabang
syariah)
5. Bank Mega ( akan menkonversikan satu
bank konvensional anak perusahaannya menjadi bank syariah )
6. Bank BRI ( akan membuka cabang
syariah )
7. Bank Bukopin ( telah melakukan
program konversi untuk cabang Aceh )
8. BPD JABAR ( telah membuka cabang
syariah di Bandung )
9. BPD Aceh ( tengah menyiapkan SDM
untuk konversi cabang )
Catatan :
data per November 2000
1.2 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa itu perbankan syariah di Indonesia
2. Untuk mengetahui perkembangan Bank
Syariah
3. Untuk mengetahui Persepsi masyarakat
tentang Bank syariah
4. Untuk mengetahui mengapa Bank
syariah menjadi langkah awal kebangkitan Ekonomi Islam
1.3 Rumusan Masalah
1. Pengertian Bank Syariah
2. Pertumbuhan Bank Syariah di
Indonesia
3. Persepsi Masyarakat tentang Bank
syariah
4. Bank menjadi langkah awal kebangkitan
Ekonomi Islam
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Bank Syariah
Kata Hukum (al-hukm) secara bahasa
bermakna menetapkan atau memutuskan sesuatu, sedangkan pengertian hukum secara
terminologi berarti menetapkan hukum terhadap segala sesuatu yang berkaitan
dengan perbuatan manusia. Dalam perihal ini berarti penetapan hukum yang
berkaitan dengan Perbankan.
Kata Bank berasal dari kata banque dalam bahasa
Prancis, dan dari banco dari bahasa Itali, yang berarti peti/lemari atau
bangku. Kata peti atau lemari sebagai isyarat fungsi untuk tempat penyimpanan
benda-benda berharga, seperti peti uang, peti emas atau yang lainya.
Secara umum pengertian Bank Islam (Islamic Bank) adalah bank yang
pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariat Islam. Saat ini banyak
istilah yang diberikan untuk menyebut entitas Bank Islam selain istilah Bank
Islam itu sendiri, yakni Bank Tanpa Bunga (Interest-Free Bank), Bank Tanpa Riba
(Lariba Bank), dan Bank Syari’ah (Shari’a Bank). Sebagaimana akan dibahas
kemudian, di Indonesia secara teknis yuridis penyebutan Bank Islam
mempergunakan istilah resmi “Bank Syari’ah”, atau yang secara lengkap disebut
“Bank Berdasarkan Prinsip Syari’ah”.
Menurut Ensiklopedi Islam, Bank Islam atau bank
syari’ah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan
jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoprasianya
sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah.
Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 pengertian Bank
adalah berupa badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkanya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau
bentuk-bentuk lainya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banayak (Pasal
1 Angka 2). Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank, mencakup
kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan
usahanya (Pasal 1 angka 1).
Pengertian Hukum Perbankan Syari’ah adalah segala
sesuatu yang menyangkut tentang Bank yang memenuhi Prinsip-Prinsip Syari’ah dan
memiliki peraturan-peraturan yang harus dilaksanakan.
Secara Umum Bank adalah lembaga yang memiliki tiga
fungsi utama yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang dan memberikan jasa
pengiriman uang. Di dalam sejarah perekonomian umat Islam, pembiayaan yang
dilakukan sesuai dengan akad syari’ah telah dilakukan sejak zaman Rasululllah
SAW. Praktek-praktek seperti menerima titipan harta, meminjamkan uang untuk
keperluan konsumsi dan untuk keperluan bisnis, serta melakukan pengiriman uang
telah lazim dilakukan sejak zaman Rasulullah SAW.
Seorang sahabat Rasulullah SAW, Zubair bin Awwam
r.a memilih tidak menerima titipan harta, ia lebih suka menerimanya dalam
bentuk pinjaman. Tindakan Zubair ini menimbulkan implikasi yang berbeda yaitu
pertama, dengan mengambil uang itu sebagai pinjaman ia mempunyai hak untuk
memanfaatkan, kedua karena bentuknya pinjaman maka ia wajib mengembalikan
secara utuh. Dalam riwayat Ibnu Abbas. r.a juga pernah melakukan pengiriman
uang ke Kufah dan Abdullah bin Zubair r.a melakukan pengiriman uang dari Makkah
ke adiknya Mis’ab bin Zubair yang tinggal di Irak. Pada masa sekarang perihal
ini biasa kita sebut dengan Transfer.
Penggunaan cek juga tela dikenal luas seiring
dengan meningkatnya lalu lintas perdagangan antara negeri Syam dan negeri
Yaman, yang paling tidak berlangsung dua kali dalam setahun. Bahkan pada masa
pemerintahan Umar bin Khattab r.a menggunakan cek untuk membayar tunjangan
kepada mereka yang berhak. Dengan menggunakan cek ini, mereka mengambil gandum
di Baitul Mal yang ketika itu di impor dari Mesir. Disamping itu pemberian
modal kerja seperti mudharabah, muzara’ah dan musawah juga telah dikenal sejak
awal diantara kaum muhajirin dan anshor.
Beberapa Istilah Perbankan modern bahkan berasal
dari khazanah ilmu fiqh, seperti istilah kredit (Inggris : credit, Romawi :
credo) yang diambil dari istilah qord. Credit dalam bahasa Inggris berarti
meminjamkan uang, credo berarti kepercayaan sedangkan qord dalam fiqh beraarti
meminjamkan uang atas dasar kepercayaan. Begitu juga dengan istilah cek (Inggris
: check, Prancis : cheque) yang diambil dari istilah Suq, Suq dalam bahasa Arab
berarti pasar, sedangkan cek adalah alat pembayaran yang biasanya digunakan di
pasar.
Gagasan awal diadakanya bank islam adalah untuk
menghindari riba, pada masa Rasulullah, yang membawa risalah Islam bagi umat
manusia, telah memberikan rambu-rambu tentang bentuk-bentuk perdagangan mana
yang dapat dikembangkan pada masa berikutnya. Serta bentuk-bentuk usaha mana
yang yang dilarang karena tidak sesuai dengan ajaran Islam. Salah satu larangan
itu adalah usaha yang mengandung riba, dimana ayat tentang larangan riba ini
diperkirakan turun menjelang Rasulullah wafat pada usia sekitar 60 tahun.
Sehingga beliau tidak sempat menjelaskan secara rinci tentang riba ini. Dalam
hubungan inilah peranan ijtihad para cendekiawan muslim sangat diharapkan untuk
menggali konsepsi dasar tentang sistem perbankan modern yang sesuai dengan
prinsip-prinsip syari’ah.
Dengan demikian jelas, bahwa meskipun pada zaman
Rasulullah secara formal belum ada lembaga perbankan, namun dari realitas
amalan para sahabat pada saat itu menggambarkan fungsi lembaga Perbankan.
Bahkan akad-akad yang dilakukan oleh para sahabat pada saat itu, seperti fungsi
penitipan, memberikan pinjaman, pengiriman uang, melakukan pembiayaan modal
kerja, dan lain-lainyang menjadi prinsip-prinsip utama dalam mengembangkan
Perbankan Syari’ah. Di zaman Rasulullah SAW fungsi-fungsi tersebut dilakukan
oleh perorangan dan biasanya satu orang hanya melakukan satu fungsi.
2.2 Pertumbuhan Bank Syariah di Indonesia
Perjalanan
Bank syariah di Indonesia dimulai dengan didirikannya Bank Muamalat Indonesia
(BMI) pada tahun 1991 dengan dasar UU No. 7 tahun 1992, walaupun pembahasan
perbankan dengan sistem bagi hasil hanya sepintas diuraikan. Sistem bank
syariah baru mulai dilirik sejak terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1998.
Ketika itu, Bank Indonesia melakukan uji kelayakan terhadap semua bank
nasional, dan BMI yang baru berumur beberapa tahun dan sebagai satu-satunya
bank yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah menempati peringkat ke 43 dari
208 bank yang ada. Sejak itulah banyak bank konvensional mulai jatuh hati
dengan bank syariah dan mulai memberikan dan menyelenggarakan pelatihan dalam
bidang perbankan syariah bagi stafnya. Sebagian bank tersebut ingin menjajaki
untuk baik dengan mengkonversi bank konvensionalnya dengan menjadi bank syariah
sepenuhnya maupun hanya dengan membuka divisi atau cabang syariah.
Hingga
saat itu perkembangan perbankan syariah di Indonesia dapat terbilang
cukup pesat, apalagi sejak diberlakukannya Undang-Undang No.21 Tahun 2008
tentang Perbankan Syariah yang terbit tanggal 16 Juli 2008, yang membuat
pengembangan industri perbankan syariah nasional semakin memiliki landasan
hukum yang memadai dan akan mendorong pertumbuhannya secara lebih cepat
lagi.Untuk mengetahui seberapa besar perkembangan perbankan syariah selama 5
tahun terakhir, mari kita lihat tabel di bawah ini :
Tabel Total Aset Gabungan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha
Syariah (milyar rupiah)
|
|
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Jan 2012
|
26.722
36.538
49.555
66.090
97.519
145.467
143.888
|
Menurut
data Bank Indonesia, terdapat 11 Bank Umum Syariah (BUS) yang beroperasi di
Indonesia dengan nilai aset per Januari 2012 adalah sebesar Rp115,3 triliun
tumbuh 46 persen dibandingkan pada Januari 2011 yang senilai Rp78,2 triliun.
Sedangkan aset 24 Unit Usaha Syariah (UUS) per Januari 2012 adalah Rp28,6 triliun tumbuh 63 persen dibandingkan Januari 2011 yang hanya berjumlah Rp17,9 triliun dan aset 155 Bank Perkreditan Rakyat Syariah per Januari 2012 ialah Rp3,61 triliun dibanding posisi Januari 2011 yaitu Rp2,77 triliun sehingga meningkat 30,1 persen.
Sedangkan aset 24 Unit Usaha Syariah (UUS) per Januari 2012 adalah Rp28,6 triliun tumbuh 63 persen dibandingkan Januari 2011 yang hanya berjumlah Rp17,9 triliun dan aset 155 Bank Perkreditan Rakyat Syariah per Januari 2012 ialah Rp3,61 triliun dibanding posisi Januari 2011 yaitu Rp2,77 triliun sehingga meningkat 30,1 persen.
Prospek
perbankan syariah terlihat sangat cerah, apalagi Professor of Banking and
Financial Regulation Loughborough University, Maximilian JB Hall mengatakan
industri perbankan syariah dapat bertahan dari krisis global karena tidak
terkait dengan mekanisme pasar dan tanpa spekulasi. Di tahun 2010 pertumbuhan
aset perbankan syariah global mencapai 8,9 persen dengan total aset sebesar 900
miliar dolar AS. Dengan mayoritas penduduk Indonesia yang beragama islam,
seharusnya, pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia dapat lebih meningkat
dan tumbuh secara signifikan. Tentu saja masih banyak yang harus disiapkan oleh
semua pihak yang terlibat, instrumen penting dalam perkembangan perbankan
syariah antara lain pemenuhan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia,
peningkatan inovasi produk dan layanan kompetitif serta berbasis kekhususan
untuk kebutuhan masyarakat dan keberlangsungan program sosialisasi serta
edukasi kepada masyarakat. Jika ketiga unsur itu dapat dipenuhi dan didukung
dengan sarana infrastruktur yang memadai untuk mempromosikan program syariah
serta peningkatan instrumen syariah yang terkait, harapannya adalah terwujudnya
iklim dan situasi yang ideal bagi perkembangan perbankan syariah di Indonesia.
http://www.antaranews.com
Pertumbuhan
perbankan syariah di Indonesia relatif cepat dalam lima tahun terakhir, dengan
rata-rata pertumbuhan aset mencapai 40 persen. Posisi aset perbankan syariah
per September 2011 telah mencapai Rp 126 triliun. Dengan posisi itu, perbankan
syariah Indonesia menduduki posisi keempat dunia setelah Iran, Malaysia, dan
Arab Saudi.
Menurut Deputi Gubernur Bank Indonesia, Halim Alamsyah, pertumbuhan aset perbankan syariah Indonesia relatif cepat dibandingkan rata-rata pertumbuhan perbankan syariah di negara lain. Sementara rata-rata pertumbuhan perbankan syariah di dunia hanya 10-15 persen.
Angka pertumbuhan perbankan syariah Indonesia diprediksi terus naik. Hal itu dipengaruhi potensi ekonomi Indonesia yang lebih baik dibandingkan negara lain yang memiliki perbankan syariah. Pertumbuhan ekonomi Indonesia per September 2011 tercatat 6,5 persen.
Pertumbuhan ekonomi itu didukung jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 237 juta jiwa. Ini menjadi potensi pasar perbankan syariah.
Dari segi kelembagaan,perbankan syariah Indonesia juga dinilai lebih unggul. Fatwa untuk perbankan syariah Indonesia dikeluarkan oleh satu lembaga yakni, Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Sementara negara lain, fatwa masih berasal dari masing-masing bank. REPUBLIKA.CO.ID
Menurut Deputi Gubernur Bank Indonesia, Halim Alamsyah, pertumbuhan aset perbankan syariah Indonesia relatif cepat dibandingkan rata-rata pertumbuhan perbankan syariah di negara lain. Sementara rata-rata pertumbuhan perbankan syariah di dunia hanya 10-15 persen.
Angka pertumbuhan perbankan syariah Indonesia diprediksi terus naik. Hal itu dipengaruhi potensi ekonomi Indonesia yang lebih baik dibandingkan negara lain yang memiliki perbankan syariah. Pertumbuhan ekonomi Indonesia per September 2011 tercatat 6,5 persen.
Pertumbuhan ekonomi itu didukung jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 237 juta jiwa. Ini menjadi potensi pasar perbankan syariah.
Dari segi kelembagaan,perbankan syariah Indonesia juga dinilai lebih unggul. Fatwa untuk perbankan syariah Indonesia dikeluarkan oleh satu lembaga yakni, Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Sementara negara lain, fatwa masih berasal dari masing-masing bank. REPUBLIKA.CO.ID
2.3
Persepsi Masyarakat terhadap Bank Syariah
Persepsi
masyarakat terhadap bank syariah adalah hal urgent yang harus diperhatikan dalam
rangka mengukur, merencanakan, dan menerapkan strategi pengembangan bank
syariah di bidang apapun. KARIM Business Consulting pernah melakukan penelitian
mengenai persepsi masyarakat terhadap bank syariah. Dari hasil penelitian
tersebut terlihat meskipun sekarang bank syariah telah tumbuh berkembang dengan
pesat di indonesia namun secara umum masyarakat kurang mengetahui
tentang bank syariah terkait dengan produk mapun fasilitas yang ditawarkan
karena kurangnya promosi maupun edukasi pasar terutama pada daerah pedesaan.
Dalam hal
ini, televisi, koran dan majalah merupakan media yang efektif digunakan
untuk menginformasikan produk maupun fasilitas bank syariah kepada masyarakat,
jika strategi komunikasi publik bisa diterapkan secara optimal. Pendekatan komunikasi
lain yang dapat ditempuh adalah melalui jalur seminar-seminar di perguruan
tinggi, jalur organisasi kemasyarakatan, organisasi kemahasiswaan ataupun
pengenalan melalui sekolah-sekolah Islam serta pondok pesantren perlu
dilakukan.
Dari segi segmen
pasar, jika bank syariah berniat fokus untuk kalangan muslim sebagai target
pasarnya, mereka dapat memanfaatkan figur-figur panutan yang dipandang oleh
masyarakat setempat. Sedangkan jika bank-bank syariah ingin memperluas pasar ke
target market non muslim, mereka dapat memanfaatkan figur tokoh muslim maupun
non muslim yang lebih universal. Salah satu bank syariah sudah melakukan hal
ini. Namun, sepertinya juga terkesan setengah-setengah karena sebentar timbul,
kemudian tenggelam lagi.
Dalam
menyampaikan informasi produk maupun fasilitas ke masyarakat perlu ditekankan differensiasi
utama produk dan jasa bank syariah dengan yang ditawarkan oleh bank
konvensional, baik terkait dengan rational benefit, maupun emotional
benefitnya. Rational benefit di sini terkait dengan hitungan logika berupa
keuntungan finansial yang diperoleh nasabah. Pesan utama yang harus disampaikan
kepada nasabah adalah bahwa bank syariah memiliki keuntungan finansial yang
lebih baik, lebih adil, manusiawi dan memudahkan.
Selanjutnya,
emotional benefit di sini lebih kepada keuntungan finansial sekaligus
kepentingan spiritual. Penekanan pada emotional benefit sangat penting bagi
nasabah muslim yang sangat mengharamkan riba. Jika emotional benefit ini
mengena di benak nasabah efeknya akan lama dan melekat kuat sehingga muncul
loyalitas nasabah. Di samping itu, perlu ditekankan adanya perasaan tenang
dan nyaman bagi nasabah terkait dengan dana yang dipercayakan ke bank
syariah, sehingga bank syariah harus benar-benar kredibel dan dapat dipercaya.
Harapannya
tentu nasabah akan bergerak dari rational benefit kemudian emotional benefit
yang selanjutnya nasabah akan lebih mementingkan spiritual benefit dalam
berbank dan berbisnis. Spiritual yang lebih universal, sehingga ajaran agama
apapun bisa benar-benar mengakui bahwa sistem perbankan syariah merupakan
sistem yang adil, manusiawi, menenteramkan hati, memiliki nilai luhur meskipun
berasal dari agama tertentu (Islam). Target konkretnya tentu sampai nasabah
dari berbagai agama dan kalangan bersedia menggunakan bank syariah.
Inilah hal
yang tidak mudah diwujudkan oleh bank syariah yang memang mengaku merupakan
sebuah sistem yang universal. Sampai saat ini citra yang dibentuk oleh bank
syariah merupakan bank yang sangat identik dengan agama tertentu. Akan
terasa beda ketika citra dan realitas yang ditonjolkan adalah sebuah sistem
perbankan yang adil, manusiawi, memiliki nilai spiritual, handal, berteknologi
canggih.
Di sisi
lain, nasabah juga mementingkan rendahnya biaya administrasi, sehingga
signifikansi perbedaan biaya administrasi perlu memperoleh perhatian dan
diberitahukan ke masyarakat sebagai keunggulan bersaing. Namun, jika memang
benar biaya administrasi bank syariah termasuk tinggi, hal ini harus bisa
diimbangi dengan kemudahan dan layanan yang memuaskan nasabah. Nasabah tidak
akan merasa terbebani jika biaya administrasi setimpal dengan kemudahan,
kenyamanan dan kepuasan yang diperoleh.
Teknologi
dan layanan bank syariah masih jauh tertinggal dibandingkan dengan bank
konvensional. Hal ini perlu menjadi perhatian serius bagi praktisi, regulator,
serta semua penggiat bank syariah. Perbankan syariah harus berani dan yakin
bahwa investasi yang besar pada teknologi dan layanan akan menghasilkan dampak
besar bagi hadirnya nasabah dan tentu volume perbankan syariah.
Sementara
itu, meskipun secara umum nasabah bank syariah tidak mementingkan bagi hasil
sepanjang halal, namun besarnya imbal hasil yang kompetitif dapat
menjadi daya tarik bagi mereka yang memiliki tujuan investasi, di samping juga
meningkatkan ragam dan kualitas fasilitas dan produk yang ditawarkan.
Kurangnya
jumlah cabang
bank syariah dipandang merupakan kelemahan yang serius dalam rangka menjangkau
nasabah ke berbagai pelosok. Penggunaan fasilitas ATM bersama yang
menimbulkan konsekuensi biaya juga merupakan sesuatu yang diperhitungkan oleh
nasabah. Penambahan jumlah ATM (dengan berbagai strategi yang efisien)
merupakan salah satu penyelesaian yang lebih murah dibandingkan dengan membuka
cabang-cabang baru. Disamping menyediakan ATM untuk penarikan dana, bank
syariah perlu ADM (Authomatic Deposit Machine) yang digunakan untuk
setor dana.
Selain ATM
dan ADM, tentu banyak teknologi canggih yang dibutuhkan dalam rangka merebut
hati nasabah seperti e-Banking termasuk e-money, mobile banking, phone
banking, internet banking, sms banking. Teknologi canggih namun efisien tentu
menjadi idaman semua bank syariah.(www.busnies consulting )
Tingkat Peminta Bank
Syariah di Pulau Jawa.
Survei menunjukkan
bahwa tingkat pengenalan (awareness) masyarakat (di Pulau Jawa) tentang
keberadaan sistem perbankan syariah (di samping bank-bank konvensional)
relative tinggi (Jabar: 88,6 % Jateng dan DIY: 71,2 %, Jatim: 72 % ).
Informasi media massa, kegiatan sosialiasai dan mulai tumbuhnya kantor-kantor
bank syariah baru, telah meningkatkan awareness masyarakat akan penerapan dual
banking system di Indonesia. Meskipun demikian, tingkat pemahaman mengenai
bagaimana mekanisme penentuan bagi hasil (return), karakteristik produk dan jasa,
serta akad-akad bank syariah, secara umum masih rendah.
2.4 Bank
Menjadi Langkah Awal Kebangkitan Ekonomi Islam
”Inna Allah
yab’ats li hâdzih al-ummah ’alâ kull ra’s mi’ah sanah man yujaddid lahâ dînahâ”
(Sesungguhnya
Allah mengutus untuk umat in pada setiap pengujung seratus tahun seorang yang
memperbarui agama umat ini).
Hadits ini merupakan dasar pentingnya pembaruan dalam Islam,
karena secara eksplisit dalam hadits ini disebutkan adanya pembaruan dalam
agama pada setiap pengujung seratus tahun (seabad), yang kemudian menjadi acuan
bagi kebangkitan Islam. Jadi, terdapat siklus rutin setiap abad tentang
terjadinya kebangkitan Islam yang diawali dengan adanya pembaruan dalam agama.
Jiwa hadits tersebut sepertinya juga terjadi dalam sejarah
kebangkitan nasional di Indonesia. Kebangkitan nasional pertama terjadi pada
ujung abad ke-19, yang diawali oleh adanya fatwa para ulama tentang wajibnya
membela tanah air dari penjajahan yang kemudian mendorong terjadinya
gerakan-gerakan perlawanan terhadap penjajah Belanda yang dipelopori oleh para
ulama, seperti pangeran Diponegoro, Imam Bonjol, Geger Cilegon di Banten, dan
sebagainya. Gerakan-gerakan tersebut oleh Sartono Kartodirjo, seorang ahli
sejarah Indonesia, disebut sebagai “religious revival” atau kebangkitan
agama. Namun
menurut hemat saya, istilah yang lebih pas untuk menandai fase tersebut adalah
“Islamic revival”, yaitu kebangkitan Islam, karena perlawanan dan
gerakan yang dilakukan itu didasarkan atas kesadaran keislaman akan pentingnya
membebaskan bangsa dari cengkeraman penjajahan.
Dengan
demikian, fase tersebut dapat dikatakan sebagai fase kebangkitan Islam pertama
di dalam sejarah Indonesia modern. Gerakan dan perlawanan yang terjadi pada
fase ini merupakan gerakan politik yang dimotivasi ajaran agama dengan semangat
utama untuk membebaskan bangsa dari cengkeraman penjajahan Belanda. Kebangkitan
Islam pertama ini kemudian menginspirasi lahirnya kebangkitan nasional dan
lahirnya gerakan-gerakan kemerdekaan dari masyarakat, yang berujung pada
kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945.
Di ujung abad ke-20, setelah seratus tahun dari fase
kebangkitan Islam pertama, terjadi kebangkitan Islam kedua, yaitu tepatnya
diawali pada tahun 1990 ketika MUI merekomendasikan lahirnya lembaga perbankan
berbasis non-bunga. Ini adalah merupakan awal dari gerakan ekonomi syariah di Indonesia,
sebagai kelanjutan dari pendapat para ulama bahwa sistem ekonomi yang
dijalankan di Indonesia tidak sesuai dengan semangat ajaran Islam, karena
berbasis bunga. Memang diskursus tentang sistem ekonomi telah didominasi oleh
dua sistem, yakni sistem ekonomi kapitalis dan sosialis/komunis. Masing-masing
dari dua sistem ini berebut pengaruh -dan kemudian menancapkan hegemoninya-
pada negara-negara berkembang. Sejarah mencatat, dominasi dua sistem ekonomi
ini terjadi dalam rentang waktu yang cukup panjang, sehingga keduanya membentuk
sebuah kesadaran umum, termasuk pada umat Islam, bahwa tidak ada pilihan lain
dalam menjalankan sistem ekonomi kecuali harus memilih salah satu di antara
keduanya. Namun demikian, pada saat itu sejumlah ulama dan cendekiawan muslim
–yang kemudian jumlahnya terus bertambah- mulai melihat fakta bahwa kedua
sistem ekonomi tersebut tidak bisa diharapkan terlalu banyak, karena telah
terbukti dampak buruk dari kedua sistem ekonomi ini. Mereka pun berfikir perlu
dikembangkannya sistem ekonomi alternative selain dua sistem ekonomi tersebut.
Setidaknya ada dua upaya yang dilakukan, yakni :
(1) mengombinasikan dua sistem ekonomi tersebut ke dalam
sistem ekonomi baru, seperti yang telah dikembangkan oleh China selama dua
dekade ini; dan
(2) memunculkan
sistem ekonomi yang benar-benar berbeda dari semangat kedua sistem ekonomi
terdahulu. Upaya kedua ini yang menjadi pintu masuk bagi sistem ekonomi syariah
sebagai pilihan.
Pilihan menjadikan sistem ekonomi syariah sebagai pengganti
sistem ekonomi yang sudah ada tidaklah mudah. Pada mulanya pihak-pihak yang
meyakini dan memperjuangkan sistem ekonomi syariah sebagai sistem ekonomi
alternatif yang berkeadilan dianggap sebagai “igauan” yang menjadi bahan
cemoohan. Keyakinan bahwa sistem ekonomi syariah dapat menutupi kelemahan dan
kekurangan sistem ekonomi kapitalis atau sosialis/komunis dianggap sebagai
keyakinan yang berlebihan dan bahkan dianggap sebagai sebuah pernyataan
bombastis-idealistis. Kondisi seperti ini memang merupakan fakta sejarah yang
terjadi di negara-negara Islam, tidak terkecuali di Indonesia. Sampai dengan
awal tahun 1990an cemoohan dan pandangan sinis terhadap pihak-pihak yang gigih
memperjuangkan sistem ekonomi syariah masih nyaring terdengar. Namun
pelan-pelan perjuangan untuk pengakuan sistem ekonomi syariah sebagai sistem
ekonomi alternatif mulai diterima. Kebijakan politik negeri ini memberikan
dukungan pertama kali dengan legislasi
UU No. 7 Tahun
1992 tentang Perbankan,
yang memungkinkan beroperasinya bank dengan sistem bagi hasil (pasal 6). UU ini
kemudian dirubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan
atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang secara eksplisit menyebutkan istilah "bank berdasarkan prinsip syariah".
Dengan demikian,
rekomendasi MUI tentang mendesaknya pendirian lembaga keuangan yang bebas bunga
menjadi moment penting bagi dimulainya gerakan ekonomi syariah di
Indonesia. Setelah itu, gerakan ekonomi syariah tidak kenal lelah senantiasa
digaungkan dan diperjuangkan oleh para aktivis ekonomi syariah, baik para
ulama, akademisi maupun praktisi. Gerakan ini pun menjadi tidak terbendung lagi
bagaikan gerakan bola salju yang semakin membesar. Meski demikian, gerakan dan
perjuangan ekonomi syariah ini tidak menggelinding begitu saja, tetapi dikawal oleh
lembaga-lembaga yang lahir dari gerakan ini, seperti Dewan Syariah Nasional
Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), Ikatan
Ahli Ekonomi
Islam (IAEI), dan sebagainya. Gerakan dan perjuangan ekonomi syariah ini
kemudian melahirkan lembaga-lembaga teknis di lingkungan pemerintah, seperti
Direktorat Perbankan Syariah di Bank Indonesia, Direktorat Pembiayaan Syariah
di Departemen Keuangan, dan berbagai biro di Badan Pengawas Pasar Modal
(Bapepam).
Gerakan ini juga melahirkan sejumlah undang-undang dan
peraturan perundangan lainnya, misalnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008
Tentang Perbankan Syariah, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Surat
Berharga Syariah Negara (SBSN), Berbagai Peraturan Bank Indonesia, Peraturan
Bapepam, dan peraturan-peraturan lainnya. Di samping itu, gerakan ini juga
melahirkan lembaga-lembaga keuangan syariah meliputi: perbankan syariah,
asuransi syariah, pegadaian syariah, pembiayaan syariah, pasar modal syariah,
bursa komoditi syariah, bisnis syariah, dan sebagainya.
Itu semua merupakan bagian dari apa yang disebut sebagai
gerakan kebangkitan Islam kedua. Berbeda dengan kebangkitan Islam pertama yang
merupakan gerakan politik, kebangkitan Islam kedua merupakan gerakan ekonomi.
Semangat dari gerakan ini adalah membebaskan Indonesia dari pengaruh sistem
ekonomi kapitalis-ribawi yang “menjajah” negeri ini. Gerakan ini diharapkan
dapat menginspirasi dan mendorong lahirnya kebangkitan nasional kedua yang akan
melahirkan ekonomi yang berkeadilan, melahirkan Indonesia yang sejahtera,
Indonesia yang diridhai oleh Allah, Indonesia yang baldatun thayyibatun
warabbun ghafurun. ( DR HC KH Ma’ruf Amien )
3.1 Tanggapan Penulis
Tanggapan kami setelah melihat hasil penelitian ini ,
perbankan syariah dari waktu ke waktu semakin menunjukan totalitas sistem
perbankannya yg sangat baik tentunya sistem operasionalnya yg berdasarkan
akidah-akidah islam. Dan perbankan syariah semakin menunjukan sistem operasionalnya
yang sangat baik sehingga dapat memajukan dan meningkatkan perekonomian syariah
di indonesia. Kami menilai perkembangan dan pertumbuhan bank syariah selalu
meningkat tiap waktunya berarti ini menunjukan tingginya peminat masyarakat
indonesia baik muslim maupun non muslim terhadap bank syariah dan tentunya sangat
meningkatkan rasa kepercayaan masyarakat kepada bank syariah , walaupun belum
semua masyarakat mengetahui dan mengerti apa itu bank syariah .
Tetapi di lihat dari sisi operasional dan marketing bank syariah kurang meluas di indonesia ,
terutama di bagian daerah-daerah pelosok. Saran kami , sebaiknya dan seharusnya
bank syariah terutama untuk cabang-cabang bank syariah harus lebih di perluas terutama
di daerah-daerah pelosok, karena tidak hanya di daerah kota-kota besar saja
peminat masyarakat terhadap bank syariah ini sangat besar , tetapi di daerah
pelosok-pelosok pun cukup banyak
masyarakat yang berminat pada bank syariah. Selain di perluas cabang-cabang nya
, sistem marketing/pemasaran bank syariah ini harus lebih di perluas pula agar
masyarakat lebih tau apa itu bank syariah dan apa kelebihan dari bank syariah .
Dan melihat tanggapan-tanggapan masyarakat dari beberapa
daerah , masyarakat menerima baik dan beranggapan baik terhadap keberadaan bank
syariah di Indonesia. Jadi menurut
penelitian yang kami dapatkan sebagian besar tanggapan masyarakat adalah baik
dan sangat mendukung adanya sistem perbankan syariah .
Dan menurut kami bank syariah adalah bank yang sangat adil , bijaksana ,
karena sistem operasionalnya berdasarkan akidah-akidah islam. Dan bank syariah
semakin mempengaruhi perekonomian syariah dan semakin meningkatkan pertumbuhan
perekonomian syariah di Indonesia dan Perkembangan perbankan syariah di Indonesia telah menjadi
tolak ukur keberhasilan eksistensi ekonomi syariah.
4.1 Kesimpulan
Setelah melakukan beberapa penelitian,dari berbagi sumber
kami sudah bisa lebih
mengetahui,mengenal dan menilai , Apa itu perbankan syariah ? Bagaimana pertumbuhan dan perkembangan bank
syariah di Indonesia ? Bagaimana tanggapan masyarakat indonesia tentang bank
syariah ? dan alasan Mengapa bank menjadi langkah awal kebangkitan ekonomi
islam ? Jadi Awal mula Perbankan
syariah di Indonesia yaitu berawal pada periode 1980-an. Bank Muamalat Indonesia lahir sebagai hasil kerja Tim
Perbankan MUI tersebut diatas.Akte pendirian PT Bank Muammalat Indonesia
ditandatangani pada tanggal 1 November 1991. Perkembangan perbankan syariah di
Indonesia telah menjadi tolak ukur keberhasilan eksistensi ekonomi syariah.
Bank muamalat sebagai bank syariah pertama dan menjadi pioneer bagi bank
syariah lainnya telah lebih dahulu menerapkan sistem ini ditengah menjamurnya
bank-bank konvensional.
Krisis moneter yang terjadi pada
tahun 1998 telah menenggelamkan bank-bank konvensional dan banyak yang
dilikuidasi karena kegagalan sistem bunganya. Sementara perbankan yang
menerapkan sistem syariah dapat tetap eksis dan mampu bertahan.
Melihat adanya bank syariah , perkembangan bank syariah dan pertumbuhan perekonomian syariah karena adanya perbankan syariah , ini menimbulkan pendapat-pendapat yang baik dari masyarakat indonesia, mendapatkan antusiasme ygt sangat besar dari masyarakat. Dan salah satunya ialah ada presentase peningkatan peminat masyarakat khususnya di pulau jawa yaitu (Jabar: 88,6 % Jateng dan DIY: 71,2 %, Jatim: 72 % ). Selain di lihat dari persentase , kita juga mendapatkan beberapa pendapat para masyarakat kota padang,palu,makasar,
Melihat adanya bank syariah , perkembangan bank syariah dan pertumbuhan perekonomian syariah karena adanya perbankan syariah , ini menimbulkan pendapat-pendapat yang baik dari masyarakat indonesia, mendapatkan antusiasme ygt sangat besar dari masyarakat. Dan salah satunya ialah ada presentase peningkatan peminat masyarakat khususnya di pulau jawa yaitu (Jabar: 88,6 % Jateng dan DIY: 71,2 %, Jatim: 72 % ). Selain di lihat dari persentase , kita juga mendapatkan beberapa pendapat para masyarakat kota padang,palu,makasar,
ijin dicopi buat tugas,...
BalasHapus